Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Dilema Omzet UMKM: Terjepit Aturan Kawasan Tanpa Rokok

2025-11-21 | 13:26 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-21T06:26:47Z
Ruang Iklan

Dilema Omzet UMKM: Terjepit Aturan Kawasan Tanpa Rokok

Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jakarta tengah dilanda kekhawatiran mendalam menyusul pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Mereka menilai, beleid tersebut berpotensi besar menekan omzet dan mengancam keberlangsungan usaha kecil di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.

Aliansi UMKM Jakarta, yang merupakan gabungan dari Koalisi Warteg Nusantara (Kowantara), Koalisi Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Komunitas Warteg Merah Putih (WMP), Pandawakarta, dan UMKM Remojong, secara tegas menolak Raperda KTR tersebut. Ketua Korda Jakarta Kowantara, Izzudin Zindan, menegaskan bahwa pelaku UMKM di sektor makanan, seperti warteg, akan merasakan dampak langsung yang signifikan. "Restoran atau warung makan itu salah satu yang terdampak kita. Ya itu tentu akan mengurangi penghasilan para pedagang warteg itu," jelas Zindan. Ia menambahkan, dampak penurunan penghasilan ini juga akan dirasakan oleh warung kelontong dan pedagang kaki lima lainnya. Para pedagang mengeluhkan bahwa kewajiban penyediaan ruang merokok terpisah dari bangunan utama tidak sejalan dengan karakter usaha mikro yang umumnya beroperasi di area sempit, dengan rata-rata luas warung makan sekitar 24 meter persegi.

Selain potensi penurunan omzet, Sekretaris Jenderal Koalisi Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Salasatun Syamsiyah, mengungkapkan kekhawatiran munculnya praktik pungutan liar (pungli) dari oknum tertentu akibat ancaman denda yang besar dalam Raperda tersebut. Aliansi UMKM Jakarta telah menyampaikan petisi penolakan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta, mendesak legislatif dan eksekutif untuk meninjau ulang peraturan ini demi mendukung keberlangsungan usaha masyarakat kecil. Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) sebelumnya juga menyuarakan kekhawatiran serupa pada Juli 2024 terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang melarang penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dengan potensi kerugian triliunan rupiah dan ancaman bagi mata pencarian sembilan juta pedagang pasar di seluruh Indonesia.

Di sisi lain, Kepala Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Roosita Meilani Dewi, menyatakan bahwa narasi mengenai dampak negatif kebijakan KTR terhadap ekonomi UMKM menyesatkan. Ia menekankan bahwa Raperda KTR memiliki landasan hukum kuat demi menjaga generasi muda, sejalan dengan UUD 1945 Pasal 28 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah usia 21 tahun. Roosita mencontohkan bahwa selama satu dekade penerapan larangan iklan rokok melalui Pergub Nomor 1 Tahun 2015, penerimaan pajak reklame Jakarta justru menunjukkan tren stabil bahkan meningkat. Sekretaris Jenderal Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Titik Suharyati, juga mendukung kebijakan KTR sebagai investasi jangka panjang untuk melindungi anak-anak dan menekan angka perokok anak. Ketua Panitia Khusus Kawasan Tanpa Rokok (Pansus KTR) DPRD Jakarta, Farah Savira, meyakinkan bahwa Raperda KTR akan bersifat tegas namun tidak akan mematikan pelaku UMKM. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung pada September 2025 menyatakan bahwa Raperda ini tidak akan memengaruhi kegiatan UMKM untuk menjual rokok, melainkan menekankan penyediaan lokasi khusus merokok di tempat-tempat umum termasuk tempat hiburan.

Meski demikian, Koalisi UMKM Jakarta meminta penundaan pengesahan Raperda KTR agar ada waktu sosialisasi dan peninjauan ulang yang lebih menyeluruh, mengingat pasal-pasal yang melarang penjualan rokok dan memperluas area KTR hingga ke rumah makan dan pasar dinilai tidak realistis dan akan memukul pendapatan pedagang yang bergantung pada margin kecil.