
Pemerintah Indonesia sedang mempercepat rencana mandatori penggunaan bahan bakar minyak (BBM) campuran etanol 10 persen atau E10, sebuah kebijakan yang akan berdampak signifikan pada sektor otomotif, terutama kendaraan buatan Jepang. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar dan mempromosikan energi yang lebih bersih.
Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA), mobil-mobil produksi Jepang, khususnya unit keluaran di atas tahun 2000, sebagian besar telah kompatibel dengan BBM E10. Ketua Puskep UI, Ali Ahmudi, menjelaskan bahwa meskipun etanol berpotensi mengikat air di udara terbuka, jumlahnya tidak banyak dan masih bisa ditoleransi.
Pabrikan otomotif raksasa Jepang, Toyota, telah menyatakan kesiapannya. Presiden Carbon Neutral Engineering Development Center Keiji Kaita menyebutkan bahwa secara teknis, mesin mobil Toyota sudah bisa menggunakan BBM bercampur etanol 10 persen. Bahkan, model-model Toyota yang dipasarkan di Indonesia disebut sanggup menenggak bensin dengan campuran etanol hingga 20 persen (E20), dan beberapa produk Flexy Fuel mereka bahkan mampu menggunakan etanol hingga 85 persen (E85) atau bahkan 100 persen (E100). Toyota juga sedang menguji Kijang Innova Zenix Flexy Fuel untuk E85 dan berencana berinvestasi dalam pengembangan ekosistem bioetanol di Indonesia.
Tidak hanya Toyota, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) juga memastikan seluruh produknya yang dipasarkan di Indonesia aman menggunakan bensin dengan campuran etanol hingga 10 persen, dengan catatan standar oktan (RON) yang digunakan sesuai rekomendasi pabrikan. Produk-produk lama seperti LCGC pun dinilai masih oke menggunakan E10.
Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menambahkan bahwa mesin modern yang diproduksi setelah tahun 2010, yang umumnya dirancang untuk memenuhi standar emisi Euro 4 dan Euro 5, sudah dilengkapi teknologi injeksi modern dan material tahan etanol. Penggunaan E10 pada mesin ini bahkan dapat meningkatkan efisiensi pembakaran hingga 20-30 persen dan mengurangi emisi gas buang secara signifikan, seperti karbon monoksida hingga 30 persen dan hidrokarbon 10 persen. Namun, kendaraan produksi sebelum 2010 mungkin tidak kompatibel dengan E10 karena rentan terhadap kerusakan pada komponen karet dan korosi tangki logam.
Pemerintah Indonesia menargetkan implementasi E10 secara nasional pada tahun 2028, atau paling lambat 2027, dengan potensi penghematan konsumsi BBM nasional hingga 4,2 juta kiloliter per tahun. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi impor bensin dan menciptakan bahan bakar yang lebih bersih. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu menyoroti bahwa ketertarikan Toyota untuk membangun pabrik etanol di Indonesia, khususnya di Lampung, didasari oleh kebutuhan untuk memastikan ketersediaan bahan baku seperti tebu, singkong, jagung, dan sorgum.
Jepang sendiri memiliki rencana jangka panjang terkait bioetanol, menargetkan penerapan E10 pada tahun 2030 dan E20 pada tahun 2040. Selain itu, Indonesia dan Jepang juga telah menyepakati kerja sama teknis dalam Biofuel Co-Creation Task Force antara Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang (METI), JAMA, dan Kementerian ESDM untuk pengujian dan standardisasi bahan bakar E10 dan B50. Implementasi E10 ini diharapkan tidak hanya berdampak pada ketahanan energi, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru di sektor pertanian.