Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Dampak Potensi Merger Grab-Goto: Era Baru Persaingan atau Monopoli?

2025-11-19 | 03:02 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-18T20:02:54Z
Ruang Iklan

Dampak Potensi Merger Grab-Goto: Era Baru Persaingan atau Monopoli?

Rumor mengenai potensi merger antara dua raksasa teknologi Asia Tenggara, Grab dan GoTo, kembali menguat, memicu diskusi luas mengenai dampak signifikan yang mungkin timbul bagi konsumen di kawasan ini. Meskipun GoTo telah membantah adanya kesepakatan merger definitif, laporan menunjukkan adanya diskusi intensif yang menargetkan penyelesaian pada tahun 2025, dengan SoftBank Group Corp. disebut-sebut sebagai salah satu investor utama yang mendorong langkah ini.

Apabila merger ini benar-benar terwujud, para ahli memperingatkan bahwa konsumen berpotensi menghadapi beberapa perubahan besar. Salah satu kekhawatiran utama adalah kemungkinan kenaikan harga layanan transportasi daring dan pesan antar makanan. Saat ini, persaingan antara Grab dan GoTo menciptakan harga yang kompetitif, namun dengan berkurangnya pemain di pasar, entitas gabungan dapat memiliki kekuatan untuk menetapkan harga yang lebih tinggi. Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, bahkan memperingatkan bahwa merger ini dapat menciptakan dominasi pasar yang merugikan konsumen.

Selain kenaikan harga, konsumen juga kemungkinan akan menghadapi pilihan layanan yang lebih terbatas. Dengan berkurangnya pemain utama, variasi layanan serta promo diskon yang selama ini menjadi daya tarik kuat dari kedua aplikasi bisa berkurang drastis. Dominasi pasar yang mencapai 85-90% dari nilai transaksi bruto (GMV) di sektor ride-hailing di Asia Tenggara, dan sekitar 90-91% di pasar-pasar utama seperti Indonesia dan Singapura, bisa menghambat inovasi. Ini berarti laju pengembangan fitur baru atau peningkatan kualitas layanan mungkin melambat tanpa adanya tekanan kompetitif yang kuat. Kekhawatiran juga mencuat terkait keamanan data dan kedaulatan digital, mengingat penggabungan data dari puluhan juta pengguna Indonesia akan semakin terpusat, berpotensi menimbulkan kerentanan.

Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa merger ini dapat membawa peningkatan kualitas layanan, efisiensi operasional, dan kemajuan teknologi. Namun, pandangan ini kurang mendominasi dibandingkan dengan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap persaingan usaha.

Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), telah menyatakan keterlibatannya dalam diskusi awal merger ini, seiring dengan upaya pemerintah menyusun Peraturan Presiden yang akan mengatur layanan ojek online, termasuk perlindungan dan tarif bagi mitra pengemudi. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Indonesia juga telah memulai investigasi awal mengenai potensi risiko merger ini, dengan fokus pada pencegahan praktik monopoli dan dominasi pasar yang berlebihan. Menurut KPPU, suatu perusahaan dianggap dominan jika menguasai 50% pasar, dan dua atau tiga perusahaan dianggap dominan jika menguasai 75% pasar. Regulator di Singapura juga memantau situasi ini dengan cermat, mengingat pengalaman sebelumnya dalam mengatur merger Grab-Uber.

Meskipun GoTo telah mengklarifikasi bahwa belum ada keputusan atau kesepakatan merger yang dicapai, dan perusahaan tetap berfokus pada prioritas strategis untuk mencapai profitabilitas berkelanjutan, desas-desus merger ini terus menjadi sorotan. Investor di balik kedua perusahaan diketahui mencari cara untuk mengurangi kerugian operasional yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan mengonsolidasikan pangsa pasar di pasar Asia Tenggara yang sangat kompetitif. Saham GoTo sendiri telah mengalami penurunan signifikan sejak IPO-nya, menjadikannya target akuisisi potensial.

Secara keseluruhan, wacana merger Grab-GoTo menimbulkan pertanyaan krusial mengenai keseimbangan antara strategi bisnis korporasi dan perlindungan kepentingan konsumen serta persaingan usaha yang sehat di ekosistem digital. Peran regulator menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa setiap konsolidasi pasar tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga menjaga lingkungan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan.