Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

BEI Ungkap Alasan di Balik Lesunya Geliat IPO Pasca 2023

2025-11-18 | 12:57 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-18T05:57:11Z
Ruang Iklan

BEI Ungkap Alasan di Balik Lesunya Geliat IPO Pasca 2023

Jumlah penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menunjukkan tren penurunan yang signifikan sejak tahun 2023. Meskipun demikian, otoritas bursa dan regulator pasar modal Indonesia menjelaskan bahwa situasi ini bukan semata-mata karena kebijakan, melainkan akibat dari berkurangnya perusahaan yang memenuhi kriteria kelayakan serta perubahan fokus pada kualitas emiten.

Berdasarkan data yang dipaparkan Direktur Utama BEI Iman Rachman, tahun 2023 menjadi puncak historis bagi pasar modal Indonesia dengan mencatatkan 79 IPO. Namun, jumlah ini anjlok menjadi 41 perusahaan pada tahun 2024. Tren penurunan berlanjut hingga tahun 2025, di mana per 7 November 2025, baru 24 perusahaan yang mencatatkan saham, jauh dari target tahunan sebanyak 45 perusahaan. Data dari Deloitte Southeast Asia juga mengonfirmasi penurunan aktivitas IPO di seluruh Asia Tenggara, dengan Indonesia berada di posisi kedua untuk jumlah IPO terbanyak di kawasan tersebut hingga 14 November 2025.

Iman Rachman menegaskan bahwa kondisi ini bukan disebabkan oleh kebijakan bursa. Ia menjelaskan bahwa jumlah perusahaan yang layak (eligible) untuk melakukan IPO memang berkurang, dan BEI tidak dapat memaksakan perusahaan untuk melantai di bursa. Proses IPO sepenuhnya bergantung pada kesiapan emiten itu sendiri, serta hasil penilaian ketat dari penjamin emisi dan regulator untuk memastikan kepatuhan dan kelayakan finansial serta operasional calon emiten. Selain itu, BEI juga menyatakan fokusnya tidak hanya mengejar kuantitas emiten, tetapi juga menargetkan masuknya perusahaan-perusahaan besar atau "lighthouse" untuk memperkuat struktur pasar.

Senada dengan BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa penurunan jumlah IPO pada tahun 2025 terjadi seiring dengan upaya OJK yang mengedepankan kualitas dibandingkan kuantitas calon emiten. Inarno menekankan pentingnya kualitas dan tata kelola perusahaan, terlepas dari skala pasar, sebagai pendorong utama bagi perusahaan untuk masuk ke bursa.

Beberapa faktor eksternal turut berkontribusi pada tren penurunan ini. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyebutkan adanya kenaikan tingkat suku bunga global yang menyebabkan turunnya likuiditas di pasar keuangan. Periode pemilihan umum di lebih dari 60 negara, termasuk Indonesia pada Februari 2024, juga memicu sikap "wait and see" dari para investor dan perusahaan, menanti kejelasan kebijakan pemerintahan baru. Pelemahan ekonomi di wilayah tertentu, seperti China dan Hong Kong, serta risiko geopolitik global juga turut memengaruhi volatilitas ekonomi dunia. Secara global, volume IPO juga menunjukkan penurunan.

Meskipun jumlah IPO menurun, nilai dana yang dihimpun dari IPO juga mengalami penurunan signifikan. Dana yang dihimpun dari IPO pada tahun 2024 mencapai Rp 14,321 miliar (US$0,90 miliar), yang merupakan penurunan sebesar 74% dari Rp 54,135 miliar (US$3,55 miliar) yang terkumpul pada tahun 2023. Tidak hanya itu, rata-rata kapitalisasi pasar perusahaan baru yang IPO di tahun 2024 juga lebih rendah dibandingkan tahun 2023, mengindikasikan ukuran penawaran yang lebih kecil.

Kendati demikian, OJK tetap optimistis terhadap pencapaian target penghimpunan dana pasar modal secara keseluruhan. Hingga 18 September 2025, nilai penghimpunan dana telah mencapai Rp 176 triliun dari target Rp 200 triliun untuk tahun ini. OJK juga mencatat terdapat 36 perusahaan dalam pipeline IPO dengan potensi nilai mencapai hampir Rp 35 triliun per 15 November 2025. Sementara itu, BEI melaporkan ada 13 perusahaan dalam antrean IPO hingga pekan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa minat perusahaan untuk IPO masih ada, namun prosesnya menjadi lebih selektif dan bergantung pada kesiapan serta kondisi pasar yang lebih kondusif.