
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama PT SUCOFINDO (Persero) secara aktif mulai menyosialisasikan aturan baru terkait sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) kepada asosiasi dan pelaku industri. Sosialisasi ini dilakukan secara hibrida, menandai babak baru dalam kebijakan industri nasional yang bertujuan untuk memperkuat ekosistem industri di Tanah Air.
Regulasi terbaru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 35 Tahun 2025, yang menggantikan Permenperin Nomor 16 Tahun 2011 yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan dinamika dan kebutuhan industri modern yang semakin cepat, kompleks, dan kompetitif. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa reformasi kebijakan TKDN ini berlandaskan pada empat pilar utama, yaitu pemberian insentif, penyederhanaan, kemudahan, dan kecepatan. Reformasi ini melahirkan 13 perubahan mendasar yang diharapkan dapat mengurangi hambatan perdagangan internasional, meningkatkan arus investasi, dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi pelaku industri dalam negeri.
Salah satu poin penting dalam reformasi ini adalah penyederhanaan perhitungan TKDN. Metode perhitungan TKDN kini tidak lagi sepenuhnya berbasis biaya, kecuali untuk TKDN Jasa Industri. Selain itu, proses sertifikasi TKDN juga dipercepat secara signifikan, dari yang sebelumnya membutuhkan waktu 22 hari kerja menjadi 10 hari kerja melalui Lembaga Verifikasi Independen (LVI), dan bahkan hanya 3 hari kerja untuk industri kecil yang menggunakan skema self-declare. Masa berlaku sertifikat TKDN dan/atau BMP juga diperpanjang dari 3 tahun menjadi 5 tahun, disertai dengan pengawasan yang lebih terstruktur.
Dalam aspek kemudahan, Kemenperin memperkenalkan perhitungan yang lebih fleksibel, termasuk dalam menentukan nilai TKDN dari aspek kemampuan intelektual melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Pelaku industri kecil juga kini lebih mudah mendapatkan nilai TKDN lebih dari 40% dengan masa berlaku 5 tahun melalui metode self-declare. Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) juga dibuat lebih mudah dicapai dengan tersedianya 15 komponen pembentuk nilai yang bisa dipilih.
Pemerintah juga memberikan berbagai insentif. Perusahaan yang melakukan investasi di dalam negeri akan mendapatkan insentif berupa nilai TKDN minimal 25%. Sementara itu, pelaku usaha yang aktif melakukan kegiatan litbang dapat memperoleh tambahan nilai TKDN hingga maksimal 20%. Hal ini bertujuan untuk mendorong inovasi dan pengembangan produk di dalam negeri.
Kepala Pusat P3DN Kemenperin Heru Kustanto menjelaskan bahwa implementasi TKDN merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dan memperkuat industri nasional, sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018. PT SUCOFINDO (Persero) sebagai lembaga verifikasi independen juga menegaskan komitmennya untuk mendukung peningkatan penggunaan produk dalam negeri melalui sertifikasi TKDN dan BMP. Kepala Bagian Fasilitasi Kandungan Lokal PT SUCOFINDO (Persero), Andi Lukman Hakim, menyatakan bahwa regulasi ini membuka peluang bagi produk dalam negeri untuk berkontribusi lebih luas di berbagai sektor, termasuk ketenagalistrikan, minyak dan gas bumi, mineral dan batu bara, pertahanan, pendidikan, dan sektor komersial lainnya.
Di sisi lain, reformasi kebijakan TKDN ini juga merupakan respons terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan deregulasi ekonomi dan memperkuat daya saing Indonesia. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita secara spesifik menolak anggapan bahwa aturan ini terbit akibat tekanan dari pihak luar, seperti negosiasi dagang dengan Amerika Serikat, melainkan lahir dari kebutuhan industri dalam negeri itu sendiri.
Hingga 11 September 2025, Kemenperin mencatat sebanyak 88.218 produk industri telah tersertifikasi TKDN, melibatkan lebih dari 15.000 perusahaan industri dari berbagai sektor. Capaian ini diharapkan dapat menjaga keberlanjutan produksi, menyerap tenaga kerja, meningkatkan penerimaan pajak, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun sebelumnya sempat muncul kekhawatiran dari beberapa pihak seperti Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) mengenai potensi dampak negatif relaksasi TKDN, kebijakan baru ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas kepada investor tanpa mengorbankan industri dalam negeri, bahkan dengan tujuan untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja.