Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Anomali Harga Ayam: Selisih Mencolok dari Kandang ke Pasar

2025-11-16 | 09:09 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-16T02:09:02Z
Ruang Iklan

Anomali Harga Ayam: Selisih Mencolok dari Kandang ke Pasar

Kesenjangan harga ayam hidup di tingkat peternak dengan harga beli masyarakat terus menjadi sorotan, memunculkan disparitas signifikan yang merugikan baik peternak maupun konsumen. Fenomena ini telah berlangsung sepanjang tahun 2025, dengan kondisi harga di kandang seringkali berada jauh di bawah biaya pokok produksi (HPP) peternak, sementara harga di pasar tetap tinggi.

Pada April 2025, harga ayam hidup di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jabodetabek dilaporkan hanya berkisar antara Rp 13.200 hingga Rp 14.400 per kilogram. Angka ini jauh di bawah titik impas (Break Even Point/BEP) yang berada di level Rp 19.000 per kilogram, bahkan lebih rendah dari Harga Acuan Penjualan (HAP) pemerintah sebesar Rp 25.000 per kilogram. Beberapa laporan bahkan menyebut harga jual di peternak sempat menyentuh Rp 9.000 per kilogram, mengakibatkan kerugian besar bagi peternak, sekitar Rp 4.000 per kilogram pada saat itu. Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, mencatat modal peternak per kilogram ayam hidup mencapai Rp 17.500.

Merujuk pada data terbaru pada 15 November 2025, harga daging ayam ras di tingkat konsumen di Sumatera Selatan mencapai Rp 35.323 per kilogram, dan di Jawa Timur Rp 34.718 per kilogram. Sementara itu, pada 12 November 2025, harga rata-rata ayam ras di Bali mencapai Rp 39.706 per kilogram, dan di Kota Medan berkisar Rp 30.000–Rp 38.000 per kilogram. Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan, pada Oktober 2025 menyebutkan bahwa meskipun harga ayam di kandang sudah membaik menjadi Rp 21.000-Rp 23.000 per kilogram (yang dianggap wajar mengingat HAP Rp 23.000-Rp 25.000 per kilogram), harga di pasar eceran justru mencapai Rp 43.000 per kilogram. Ia menilai seharusnya harga ayam di pasaran mencapai Rp 36.000-Rp 37.000 per kilogram jika harga di peternak Rp 21.000-Rp 22.000 per kilogram, mengindikasikan adanya lonjakan harga yang tidak proporsional di tingkat distribusi.

Disparitas harga ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kelebihan pasokan di tingkat peternak yang tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat yang melemah. Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) wilayah Jawa Tengah, Suwardi, mengungkapkan bahwa penurunan permintaan terjadi sekitar 30 persen di tengah pasokan daging ayam yang melimpah, khususnya setelah Lebaran 2025. Indonesia sendiri telah swasembada daging ayam sejak tahun 2022, sehingga kelebihan produksi menjadi masalah ketika permintaan menurun.

Faktor lain adalah biaya produksi yang tinggi, di mana pakan menyumbang hingga 70% dari total biaya. Kenaikan harga jagung, kedelai, dan bahan baku pakan lainnya secara langsung mendorong kenaikan biaya operasional peternak. Fluktuasi harga Day Old Chick (DOC) atau bibit ayam juga turut memengaruhi. Selain itu, rantai pasok yang panjang dan tidak efisien, melibatkan 4 hingga 6 pelaku tataniaga mulai dari peternak hingga konsumen, memungkinkan margin keuntungan yang besar terkumpul di tangan perantara, terutama broker. Ombudsman RI juga menemukan potensi maladministrasi terkait kuota impor ayam GPS (grand parent stock) dan lemahnya fungsi pengawasan pemerintah terhadap produksi, yang turut memperparah anjloknya harga di tingkat peternak. Pemerintah juga menduga adanya sentimen pasar yang dibentuk oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki harga pada HPP atau di atas HPP, dengan tujuan meraup untung besar dan mematikan peternak kecil.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) telah berupaya menstabilkan harga dengan menetapkan Harga Pokok Produksi (HPP) ayam hidup sebesar Rp 18.000 per kilogram yang mulai berlaku pada 19 Juni 2025, dengan harapan harga dapat bertahap mendekati Harga Acuan Pembelian (HAP) Rp 25.000 per kilogram. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menegaskan bahwa kebijakan ini adalah konsensus untuk melindungi peternak mandiri dan usaha kecil. Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Kementerian Perdagangan juga memantau pergerakan harga dan berencana melakukan operasi pasar. Kepolisian, melalui Satgas Pangan Polri, turut terjun ke lapangan untuk mengawasi dan membuka peluang menyeret pihak-pihak yang terbukti memainkan harga ke ranah hukum. Upaya lain termasuk memotong saluran distribusi dengan memanfaatkan rantai dingin, di mana ayam dapat langsung diproses di Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) dan dikirim ke retailer, serta intervensi dalam manajemen rantai pasokan.