Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Alarm Pengusaha: Efektivitas Koperasi Desa Kelola Kebun Sawit Dipertanyakan

2025-11-18 | 05:31 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-17T22:31:17Z
Ruang Iklan

Alarm Pengusaha: Efektivitas Koperasi Desa Kelola Kebun Sawit Dipertanyakan

Para pengusaha kelapa sawit menyuarakan kekhawatiran mereka kepada pemerintah terkait rencana pengelolaan kebun sawit oleh Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Rencana ini, yang digodok oleh Kementerian Koperasi (Kemenkop) bersama PT Agrinas Palma Nusantara, berfokus pada kebun sawit ilegal yang telah disita negara.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai skema tersebut berpotensi menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama di kalangan petani pemilik lahan sawit. Dewan Pakar Hukum Gapki, Sadino, dalam rapat tertutup dengan Komisi IV DPR RI pada Senin (17/11/2026), menekankan perlunya kehati-hatian pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan ini. Sadino mengungkapkan bahwa mayoritas pengelola sawit saat ini adalah masyarakat, dan pengambilalihan serta penyerahan lahan kepada Kopdes Merah Putih dikhawatirkan dapat memicu perpecahan, mengingat banyaknya sengketa lahan sawit yang sudah terjadi, terutama di Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Utara.

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) memang tengah menyiapkan skema pengelolaan kebun sawit sitaan negara dengan melibatkan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Sekretaris Kementerian Koperasi, Ahmad Zabadi, menjelaskan bahwa PT Agrinas Palma Nusantara akan bertindak sebagai inti usaha, sementara koperasi-koperasi di daerah akan berperan sebagai plasma. Konsep inti-plasma ini diharapkan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat desa dan menjaga keberlanjutan. Hingga Oktober 2025, lahan sawit ilegal seluas 3,4 juta hektar telah dikuasai negara melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), dengan 1,5 juta hektar di antaranya telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara.

Meskipun demikian, rencana ini juga mendapatkan sorotan tajam. Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, memperingatkan bahwa memaksakan Kopdes masuk ke industri sawit tanpa kemampuan manajerial yang memadai berpotensi menyebabkan kerugian besar. Ia menyoroti biaya operasional bulanan yang tinggi dan pentingnya kesiapan off-taker (pembeli hasil panen) untuk keberlanjutan bisnis. Kekhawatiran terbesar Huda adalah potensi praktik rent-seeking, di mana Kopdes Merah Putih hanya dijadikan "stempel" untuk mengamankan operasional perkebunan yang sebenarnya tetap digarap oleh korporasi besar.

Akhmad Indradi, pelaku usaha kelapa sawit sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal (Waskekjen) DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Bidang Kemitraan dan Hubungan Antar Lembaga, mengingatkan agar KDMP tidak terjebak menjadi koperasi konsumsi semata. Indradi menekankan pentingnya koperasi untuk menciptakan nilai tambah dan mengkonsolidasikan usaha-usaha kecil yang menghasilkan produk atau komoditas sesuai potensi desa, serta memastikan pemasaran keluar daerah untuk meningkatkan akumulasi peredaran uang di desa.

Menteri Koperasi Ferry Juliantono sebelumnya menyatakan bahwa Kopdes Merah Putih berpotensi memperluas bidang usahanya ke perkebunan sawit, sejalan dengan arahan Presiden untuk melibatkan koperasi dalam berbagai ekosistem usaha dari hulu ke hilir. Namun, pengusaha menekankan bahwa legalitas lahan yang telah dimiliki pelaku usaha dan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama, agar tidak menimbulkan konflik baru. Kemenkop sendiri masih membahas detail teknis skema ini, termasuk bentuk penyerahan lahan kepada koperasi dan kemungkinan penggunaannya sebagai agunan kredit.