
Menumpuknya Tunjangan Hari Raya (THR) yang tidak terpakai, atau yang sering disebut "THR nganggur," menghadirkan dilema investasi yang menarik bagi banyak individu: apakah lebih baik mengalokasikannya untuk membeli rumah atau emas? Para pakar keuangan menyarankan alokasi sebagian THR untuk tabungan dan investasi, dengan proporsi ideal 20 persen untuk tujuan tersebut. Keputusan antara properti dan emas sangat bergantung pada tujuan dan profil risiko investor di tengah dinamika ekonomi global dan domestik menjelang akhir 2025 dan sepanjang 2026.
Prospek Investasi Emas
Emas secara historis dikenal sebagai aset "safe haven" yang nilainya cenderung stabil atau bahkan meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi. Pada 20 November 2025, harga emas Antam tercatat melonjak, dengan 1 gram mencapai Rp2.364.000. Harga emas perhiasan 24 karat di Rajaemas dibanderol sekitar Rp2.140.000 per gram pada tanggal yang sama. Kenaikan ini juga berdampak pada harga jual kembali (buyback) yang ikut naik menjadi Rp2.225.000.
Prediksi harga emas untuk tahun 2026 bervariasi di kalangan para ahli. J.P. Morgan memprediksi pertumbuhan harga emas akan mencapai $4.000/ons pada 2026, setelah diproyeksikan mencapai $3.675/ons pada akhir 2025, menyoroti ketidakpastian pasar global. Deutsche Bank juga memprediksi rata-rata pertumbuhan harga emas 2026 berada di $3.700/ons, naik dari $2.900/ons sebelumnya. Bank of America memperkirakan harga emas akan meningkat dari $3.036/ons pada 2025 menjadi $3.350/ons pada 2026. Goldman Sachs bahkan menaikkan target prediksi harga emas 2026 menjadi US$4.900 per ons, didorong oleh lonjakan permintaan dari bank sentral dan arus masuk besar ke produk investasi berbasis emas. Societe Generale juga sependapat dengan proyeksi harga emas 2026 yang dapat menembus US$4.900–US$5.000 per troy ons.
Namun, beberapa pandangan juga mengindikasikan potensi penurunan. Citibank Indonesia, melalui Chief Economist Helmi Arman, memperkirakan harga emas berpotensi melemah pada 2026 setelah kenaikan signifikan sepanjang tahun 2025. Hal ini dipicu oleh ekspektasi meredanya ketidakpastian global dan pergeseran pasar dari aset safe haven ke logam industri seiring pemulihan ekonomi global. Bank Dunia juga memprediksi reli emas mulai melandai pada 2026 dengan kenaikan sekitar 5%, jauh lebih rendah dari lonjakan 50% di 2025, dan memproyeksikan harga mencapai US$3.575 per troy ons pada tahun tersebut. Jika kondisi perekonomian dan geopolitik global membaik, investasi emas diprediksi akan menurun karena investor beralih ke aset lain seperti saham dan properti.
Prospek Investasi Properti
Sektor properti di Indonesia menunjukkan sinyal pemulihan dan potensi kebangkitan pada periode 2025-2029. Analis properti optimis terhadap perkembangan bisnis di sektor perumahan, terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi domestik masyarakat kelas menengah ke atas dan pembangunan infrastruktur baru yang menguntungkan pasar perumahan di pinggir perkotaan. Pengamat properti nasional, Panangian Simanungkalit, memprediksi industri properti akan kembali booming pada 2026-2029, dengan catatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah (KPR) jauh di atas 15% dan pertumbuhan ekonomi di atas 6% per tahun. Kebijakan pemerintah, termasuk pembebasan PPN DTP hingga 100% untuk pembelian rumah, subsidi bunga KPR 10%, serta subsidi kredit modal kerja perbankan, diharapkan akan semakin mendorong sektor properti.
Sektor properti memiliki peran kuat sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi pada 2026, dengan investasi di sektor perumahan dan kawasan industri mencapai Rp105,2 triliun hingga kuartal III-2025. CBRE Indonesia memperkirakan 2026 akan menjadi fase pemulihan moderat bagi sektor properti, dengan segmen logistik dan industri menjadi penopang utama, sementara pasar residensial menuju stabilisasi. Suku bunga KPR diproyeksikan turun ke 4,5%–5,5% dan pertumbuhan ekonomi bertahan di sekitar 5%. Namun, risiko dan tantangan tetap ada, termasuk suku bunga yang masih menjadi faktor penentu, pasokan berlebih, dan dinamika regulasi. Biaya informal yang tinggi serta praktik tidak sesuai aturan dalam perizinan juga masih membebani proses produksi dan menggerus kepercayaan investor.
Memilih antara Rumah atau Emas
Keputusan antara investasi emas atau properti dengan "THR nganggur" harus mempertimbangkan karakteristik masing-masing aset. Emas menawarkan likuiditas tinggi, mudah dicairkan, dan modal awal yang relatif kecil, meskipun kenaikan harga mungkin tidak signifikan dalam waktu singkat dan tidak menghasilkan arus kas bulanan. Emas juga memiliki risiko kehilangan jika tidak disimpan dengan aman.
Di sisi lain, properti menawarkan potensi kenaikan nilai aset yang cenderung tinggi setiap tahun, dapat menghasilkan arus kas dari sewa, dan merupakan aset nyata yang bermanfaat. Namun, investasi properti membutuhkan modal awal yang besar, tidak likuid (membutuhkan waktu untuk menjual), dan memerlukan biaya tambahan seperti pajak dan perawatan.
Para ahli menyarankan untuk menyesuaikan pilihan investasi dengan tujuan dan kondisi finansial pribadi. Jika tujuan investasi adalah likuiditas dan keamanan jangka pendek, emas bisa menjadi pilihan yang tepat. Namun, jika tujuannya adalah investasi jangka panjang dengan potensi keuntungan besar dan kemampuan diwariskan, properti lebih unggul. Banyak investor cerdas bahkan mengombinasikan keduanya, menggunakan emas sebagai simpanan likuid dan properti sebagai aset jangka panjang. Penting juga untuk memahami profil risiko pribadi sebelum memilih produk investasi, bukan hanya mengikuti tren. Investor konservatif disarankan fokus pada aset pendapatan tetap, sementara investor moderat dapat menyeimbangkan portofolio antara ekuitas dan pendapatan tetap, dan investor agresif bisa memilih saham atau reksa dana saham.