
Pandemi telah memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya perencanaan keuangan yang matang. Guncangan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 secara global dan di Indonesia, telah menyoroti kerentanan keuangan banyak individu dan rumah tangga. Penurunan pendapatan, kehilangan pekerjaan, dan ketidakpastian ekonomi menjadi realitas yang dihadapi banyak pihak, menekankan urgensi memiliki strategi keuangan yang adaptif.
Berdasarkan laporan survei kolaborasi SMERU Indonesia, UNDP, UNICEF, dan Prospera, terungkap bahwa 74,3 persen keluarga di Indonesia mengalami penurunan pendapatan dibandingkan Januari 2020. Bahkan, setengah dari rumah tangga di Indonesia tidak memiliki tabungan, sehingga untuk bertahan, satu dari tiga rumah tangga terpaksa menjual atau menggadaikan barang, sementara satu dari empat rumah tangga harus meminjam uang dari kerabat atau teman secara informal. Data lain pada Juni 2020 menunjukkan bahwa 47% masyarakat Indonesia mengurangi pengeluaran untuk berhemat, dan 52% menyatakan kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan.
Dalam menghadapi kondisi yang tidak menentu ini, para ahli keuangan menekankan beberapa pilar utama dalam perencanaan keuangan pribadi:
1. Membangun dan Memperkuat Dana Darurat
Dana darurat merupakan bantalan finansial yang esensial untuk menghadapi situasi tak terduga seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), kondisi kesehatan mendesak, atau bencana alam. Para ahli merekomendasikan jumlah dana darurat setara 3 hingga 6 bulan pengeluaran bulanan. Namun, beberapa perencana keuangan menyarankan jumlah yang lebih besar, yaitu 6 kali pengeluaran untuk lajang, 9 kali untuk yang sudah menikah, dan 12 kali untuk yang sudah menikah dan memiliki anak, mengingat pelajaran dari pandemi bahwa dana darurat 6 bulan saja mungkin tidak cukup. Dana ini sebaiknya disimpan di rekening yang mudah diakses tetapi tidak digunakan untuk kebutuhan rutin, dan dapat ditempatkan pada instrumen investasi berisiko rendah yang likuid.
2. Pengelolaan Utang yang Bijak
Utang yang melebihi kemampuan bayar dapat menjadi beban berat di masa krisis. Disarankan agar total cicilan bulanan tidak melampaui 30% dari pendapatan. Penting untuk memastikan pembayaran cicilan atau utang berjalan lancar demi menjaga skor kredit yang baik. Pemerintah juga sempat menerapkan kebijakan keringanan utang sebagai bentuk empati di masa pandemi COVID-19, khususnya bagi debitur UMKM dan debitur kecil lainnya.
3. Diversifikasi dan Pilihan Investasi Aman
Di tengah ketidakpastian ekonomi, memilih instrumen investasi yang tepat menjadi krusial. Emas dan logam mulia kerap menjadi pilihan investasi aman (safe haven) karena nilainya cenderung stabil dan bahkan meningkat saat terjadi resesi, krisis keuangan, atau inflasi. Selain itu, obligasi pemerintah, seperti Surat Berharga Negara (SBN), dan reksa dana pasar uang juga direkomendasikan karena dianggap stabil dan minim risiko, cocok untuk investor pemula atau tujuan jangka pendek dan menengah.
4. Pentingnya Asuransi sebagai Perlindungan Risiko
Pandemi COVID-19 telah menunjukkan peran strategis asuransi dalam membangun ketahanan finansial. Asuransi kesehatan dan jiwa menjadi sangat penting untuk memitigasi risiko finansial terkait biaya perawatan medis yang terus meningkat dan memberikan penopang keuangan saat pendapatan tidak menentu. Memiliki asuransi sejak dini dapat menghindarkan dari biaya yang lebih besar di kemudian hari.
5. Menerapkan Anggaran dan Gaya Hidup Hemat
Mengelola pengeluaran dengan cermat adalah kunci. Metode anggaran 50-30-10-10 (50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk cicilan/utang, 10% untuk tabungan/investasi, dan 10% untuk dana darurat/sosial) dapat menjadi panduan efektif. Penting untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta menunda pengeluaran yang tidak perlu. Mencari alternatif penghasilan selain dari gaji utama juga merupakan strategi cerdas untuk memperkuat kondisi finansial.
Perencanaan keuangan yang komprehensif bukan hanya tentang bertahan hidup di masa sulit, tetapi juga tentang menciptakan stabilitas dan peluang untuk berkembang di masa depan. Dengan membiasakan diri untuk memantau pengeluaran, menyisihkan dana darurat, mengelola utang, berinvestasi secara bijak, dan memiliki asuransi yang memadai, masyarakat dapat lebih siap menghadapi berbagai tantangan ekonomi.