
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pengawasan dan menindak tegas perusahaan-perusahaan asuransi yang tidak patuh terhadap aturan yang berlaku. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan, melindungi kepentingan konsumen, serta mendorong industri yang sehat, kuat, dan berkelanjutan.
Dalam beberapa waktu terakhir, OJK telah mencabut izin usaha beberapa perusahaan asuransi. Pada Juni 2023, OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life karena tidak memenuhi ketentuan regulasi dan masalah kesehatan keuangan. Selain itu, PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) juga telah dicabut izin usahanya, dan OJK terus memantau pelaksanaan proses likuidasi serta program kerja Tim Likuidasi. Sementara itu, OJK juga mengajukan pailit terhadap PT Asuransi Bumi Asih Jaya karena perusahaan tersebut tidak membentuk tim likuidasi.
Per November 2025, OJK secara aktif mengawasi delapan perusahaan asuransi/reasuransi yang bermasalah. Lebih spesifik, per Februari hingga Maret 2025, tercatat enam perusahaan asuransi dan reasuransi berada dalam pengawasan khusus OJK karena kondisi keuangannya yang tidak sehat. Umumnya, permasalahan ini disebabkan oleh rasio solvabilitas, rasio likuiditas, dan rasio kecukupan investasi yang berada di bawah 80%, serta kurangnya permodalan perusahaan untuk menutup defisit. Pemegang saham juga seringkali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan setoran modal atau mencari investor strategis.
Sebagai bentuk tindakan administratif, OJK telah menjatuhkan sejumlah sanksi. Sepanjang 1 hingga 25 Februari 2025, OJK telah mengenakan 60 sanksi administratif kepada lembaga jasa keuangan di sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun. Sanksi tersebut terdiri dari 45 sanksi peringatan atau teguran, serta 15 sanksi denda yang juga dapat diikuti dengan sanksi peringatan atau teguran. Pada Maret 2024, OJK juga menjatuhkan sanksi administratif kepada 89 perusahaan di sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun, yang terdiri dari 56 sanksi peringatan tertulis dan 32 sanksi denda. OJK juga menetapkan sanksi berupa pembatalan surat tanda terdaftar kepada Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) terkait PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, melarang AP tersebut memberikan jasa pada SJK dan KAP terkait menerima penugasan baru.
Dalam upaya memperkuat industri, OJK pada akhir tahun 2024 telah menerbitkan lima Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) baru sebagai implementasi amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). POJK tersebut mencakup pengembangan kualitas sumber daya manusia, perizinan dan kelembagaan dana pensiun, penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi, prosedur dan tata cara pengenaan sanksi administratif, serta pembubaran, likuidasi, dan kepailitan perusahaan asuransi. Regulasi baru ini ditujukan untuk mengakselerasi transformasi sektor asuransi dan dana pensiun agar menjadi lebih sehat, kuat, dan berkelanjutan.
OJK juga merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan perusahaan asuransi tidak dapat membatalkan klaim secara sepihak. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyatakan bahwa keputusan ini menjadi catatan penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan asuransi dan perlindungan pemegang polis. OJK akan mengambil langkah konkret untuk merespons putusan tersebut melalui formulasi transparan dalam perjanjian polis dan mendorong perusahaan meningkatkan proses underwriting agar calon pemegang polis memberikan informasi yang benar. Selain itu, OJK juga menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) 7/2025 untuk perlindungan industri dan peserta asuransi kesehatan, termasuk penerapan pembagian risiko (co-payment) minimal 10% dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap, yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026.