:strip_icc()/kly-media-production/medias/3504864/original/048171300_1625731008-042390000_1519626842-1.jpg)
Bitcoin (BTC) telah mengalami penurunan tajam, anjlok di bawah level USD 90.000 dan bahkan menyentuh angka terendah sejak April di sekitar USD 85.700 pada November 2025. Koreksi signifikan ini menyeret sebagian besar aset digital lainnya, memicu kekhawatiran di pasar kripto. JPMorgan Chase & Co. telah mengidentifikasi penyebab utama di balik kemerosotan Bitcoin baru-baru ini, mengalihkan fokus dari investor institusional ke penjualan besar-besaran oleh investor ritel.
Menurut laporan terbaru dari analis JPMorgan yang dipimpin oleh direktur pelaksana Nikolaos Panigirtzoglou, koreksi pasar kripto saat ini didorong oleh aksi jual investor individu pada ETF Bitcoin dan Ethereum spot. Analis mencatat bahwa investor ritel telah menarik hampir USD 4 miliar dari ETF spot Bitcoin dan Ethereum sepanjang November ini, menjadikannya pendorong utama di balik penurunan harga kripto baru-baru ini.
Temuan ini menandai pergeseran dari koreksi sebelumnya, yang sering kali dikaitkan dengan deleveraging besar-besaran di pasar berjangka perpetual oleh investor institusional. Namun, data November menunjukkan bahwa likuidasi besar pada kontrak berjangka perpetual telah stabil. Sebaliknya, investor non-kripto, sebagian besar investor individu yang menggunakan ETF spot Bitcoin dan Ethereum, bertanggung jawab atas tekanan jual yang sedang berlangsung.
Penurunan Bitcoin di bawah USD 94.000 disebut sebagai ambang batas yang mempercepat gelombang penjualan ETF Bitcoin dan Ethereum. JPMorgan berpendapat bahwa ambang batas ini berkorelasi dengan biaya produksi Bitcoin, yang secara historis bertindak sebagai dasar harga selama aksi jual. Dengan rasio harga spot terhadap biaya produksi kini berada di 1:0, margin operasional penambang menjadi sangat tipis, menyisakan sedikit ruang untuk beroperasi di bawah biaya saat ini tanpa memicu tekanan di sektor pertambangan.
Meskipun terjadi kemerosotan baru-baru ini, JPMorgan sebelumnya telah menyatakan pandangan bullish terhadap aset digital menuju tahun 2025. Analis bank tersebut, dalam laporan Alternative Investments Outlook and Strategy mereka, mengutip beberapa faktor yang dapat mendorong pertumbuhan, termasuk "debasement trade" di mana investor mencari lindung nilai terhadap devaluasi mata uang, dan potensi terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS. Proyeksi jangka panjang oleh JPMorgan bahkan mengindikasikan bahwa Bitcoin dapat mencapai USD 170.000 dalam 6 hingga 12 bulan ke depan, dengan beberapa analis memprediksi hingga USD 165.000 pada akhir tahun 2025, sebagian besar karena penilaian rendah Bitcoin relatif terhadap emas setelah penyesuaian volatilitas.
Namun, dalam jangka pendek, sentimen pasar saat ini menunjukkan ketidakpastian yang signifikan. Bitcoin telah merosot hampir 24% pada kuartal keempat 2025 dan berada di jalur untuk mencatat kinerja bulanan terburuk sejak Juni 2022. Beberapa analis lain telah merevisi perkiraan mereka ke bawah, dengan Peter Brandt menyarankan Bitcoin bisa turun lebih jauh ke USD 81.000 atau bahkan USD 58.000. Penundaan dalam rilis data pekerjaan AS untuk Oktober dan November juga telah menciptakan ketidakpastian makroekonomi yang lebih besar, menyebabkan aset berisiko, termasuk saham dan kripto, mengalami aksi jual.