
Pemerintah Indonesia serius menggarap proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) dengan mengincar kawasan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai lokasi utama pengembangan. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menegaskan bahwa PTBA adalah salah satu pihak yang sejak awal didorong untuk terlibat dalam inisiatif strategis ini, sehingga lokasi proyek kemungkinan besar akan berada di wilayah operasional tambang PTBA, khususnya di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Proyek DME ini menjadi langkah krusial pemerintah untuk menekan ketergantungan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang pada tahun 2026 diperkirakan mencapai 10 juta metrik ton, sementara kapasitas produksi nasional hanya sekitar 1,3-1,4 juta metrik ton per tahun. Dengan mengkonversi batu bara menjadi DME, Indonesia dapat menghemat devisa impor LPG sebesar Rp 9,1 triliun per tahun. Selain itu, proyek ini juga diproyeksikan dapat menciptakan 10.600 lapangan kerja pada tahap konstruksi dan 8.000 lapangan kerja pada tahap operasi untuk satu pabrik, serta secara keseluruhan 34.800 lapangan kerja untuk enam lokasi proyek yang direncanakan.
Setelah sempat menghadapi kendala dengan mundurnya investor utama Air Products & Chemical Inc. dari Amerika Serikat pada awal 2023 karena tantangan keekonomian dan teknis, PTBA kini tengah menjajaki mitra baru, utamanya dari Tiongkok. Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, menyatakan bahwa proyek gasifikasi batu bara menjadi DME diperkirakan akan mulai berjalan atau groundbreaking pada tahun 2026. Pemerintah menargetkan seluruh konsep dan studi kelayakan proyek dapat rampung pada akhir tahun 2025.
Investasi untuk satu pabrik DME skala besar diperkirakan mencapai USD 2,5 miliar atau setara Rp 40 triliun. Secara total, enam proyek industri DME di berbagai lokasi (termasuk Muara Enim) diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp 164 triliun. Dilaporkan juga adanya minat investor Tiongkok untuk menanamkan modal sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp 19,7 triliun dalam proyek DME pengganti LPG ini.
PTBA telah menyiapkan cadangan batu bara sebesar 800 juta ton untuk berbagai proyek hilirisasi, dengan alokasi 5-6 juta ton per tahun khusus untuk produksi DME. Batu bara berkalori rendah (GAR < 4000 kcal) akan dimanfaatkan sebagai bahan baku utama. Target produksi DME dari proyek ini adalah 1,4 juta ton per tahun dengan bahan baku 6 juta ton batu bara per tahun.
Meskipun demikian, proyek ini masih menghadapi sejumlah tantangan. Diperlukan dukungan regulasi dan insentif dari pemerintah, termasuk pengurangan tarif royalti batu bara hingga 0% khusus untuk gasifikasi, yang masih menunggu revisi Undang-Undang Cipta Kerja. Aspek keekonomian juga menjadi sorotan, di mana usulan biaya layanan pemrosesan (PSF) dari calon mitra masih lebih tinggi dari estimasi awal Kementerian ESDM. Selain itu, kesiapan infrastruktur distribusi DME dan konversi kompor rumah tangga masih terbatas, memerlukan pengembangan lebih lanjut. Harga produk DME juga perlu dipertimbangkan agar tetap kompetitif dibandingkan dengan harga LPG saat ini.
Selain proyek DME, PTBA juga terlibat dalam pengembangan Synthetic Natural Gas (SNG) dari batu bara. Untuk proyek SNG ini, PTBA telah berkoordinasi dengan Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) untuk memanfaatkan gas sintetis sebagai bahan bakar industri dan bahan baku amonia. Sepanjang tahun 2025, PTBA bersama PGN akan fokus pada studi kelayakan untuk mengkaji potensi pembangunan fasilitas produksi SNG, jaringan pipa, serta skema bisnis yang memungkinkan.