Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Daya Beli China Lumpuh, Warga Berburu Jimat Harapkan Hoki

2025-11-24 | 04:57 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-23T21:57:49Z
Ruang Iklan

Daya Beli China Lumpuh, Warga Berburu Jimat Harapkan Hoki

Kelesuan daya beli di Tiongkok telah mendorong banyak warga ke titik keputusasaan, bahkan membuat mereka beralih pada praktik-praktik mistis dan pembelian jimat keberuntungan dengan harapan dapat membalikkan nasib ekonomi mereka. Fenomena ini paling menonjol di sektor properti yang sedang terguncang, di mana para pemilik rumah kesulitan menjual properti mereka di tengah pasar yang lesu.

Dalam lima tahun terakhir, penjualan properti berupa rumah di Tiongkok semakin merosot karena permintaan dan daya beli yang terus menurun. Kondisi ini membuat para pemilik rumah putus asa, hingga kini mereka mulai mencoba cara-cara yang disebut "xuanxue", sebuah istilah di Tiongkok untuk ritual keberuntungan bernuansa mistis dan feng shui, agar rumahnya cepat terjual. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari berdoa di kuil, membeli jimat "cepat laku", hingga menulis kata "terjual" di atas kertas merah demi memancing hoki.

Fenomena ini semakin ramai di media sosial Tiongkok. Di platform seperti RedNote, ratusan orang mengunggah harapan agar rumah mereka terjual, lengkap dengan foto-foto jimat penjual rumah. Beberapa bahkan mengklaim berhasil menjual properti mereka tak lama setelah melakukan ritual tersebut, meskipun ada pula yang masih belum beruntung. "Aku sudah mencoba semuanya... tapi tetap tidak ada satu pun yang bertanya," tulis seorang pengguna yang putus asa. Para agen real estat sendiri mengakui bahwa menjual rumah kini jauh lebih sulit akibat rendahnya permintaan, yang membuat pembeli semakin agresif dalam negosiasi harga.

Sentimen konsumen di Tiongkok menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Meskipun kepercayaan konsumen sempat meningkat tipis menjadi 89,60 poin pada September 2025 dari 89,20 poin pada Agustus 2025, angka ini masih jauh di bawah rata-rata historis 108,82 poin sejak 1990 hingga 2025. Prediksi jangka panjang menunjukkan sentimen ini akan terus berkisar di angka rendah, sekitar 86,50 poin pada 2026 dan 87,00 poin pada 2027.

Ekonomi Tiongkok menghadapi tantangan kompleks dengan pertumbuhan yang melambat. Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok tumbuh 5,2% pada tahun 2023, namun proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan penurunan menjadi 4,6% pada 2024 dan 3,38% pada 2028. Salah satu pemicu utama perlambatan ini adalah krisis properti yang berkepanjangan, di mana sektor ini menyumbang sekitar 25-30% PDB. Penjualan properti di 100 kota besar Tiongkok bahkan mengalami penurunan 29,4% pada kuartal keempat 2023 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, Tiongkok juga menghadapi risiko deflasi yang signifikan. Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi 0,3% pada November 2023, penurunan terbesar sejak Februari 2023, mencerminkan lemahnya permintaan konsumen domestik dan kepercayaan bisnis yang rendah. Pada Januari 2024, Tiongkok mengalami deflasi sebesar 0,8% secara tahunan, merupakan penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir. Tingkat pengangguran kaum muda juga mencapai rekor tertinggi 21,3% pada Juni 2023.

Pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah-langkah agresif untuk mengatasi tekanan ekonomi ini, termasuk pemotongan suku bunga pinjaman acuan (LPR) dan rasio cadangan wajib (RRR) bank, serta berbagai skema subsidi belanja konsumen. Perusahaan ritel daring raksasa seperti Alibaba bahkan mengeluarkan subsidi belanja senilai 50 miliar yuan (sekitar Rp 113 triliun) untuk merangsang konsumsi. Namun, tantangan berupa krisis properti dan perang dagang dengan Amerika Serikat terus memperburuk kekhawatiran di kalangan rumah tangga Tiongkok mengenai pembelian besar.