
Tren bunga tabungan yang sangat rendah, bahkan menyentuh angka 0% di beberapa produk, telah menjadi perhatian utama bagi para penabung. Situasi ini mendorong masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih instrumen keuangan guna mengoptimalkan imbal hasil simpanan mereka. Di tengah kondisi tersebut, bunga deposito menawarkan alternatif yang lebih menarik, terutama didorong oleh keputusan Bank Indonesia (BI) dan persaingan antarlembaga perbankan.
Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 18-19 November 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate di level 4,75%. Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing, sembari tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Suku bunga Deposit Facility juga dipertahankan sebesar 3,75% dan Lending Facility sebesar 5,50%. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari sikap akomodatif BI yang telah mempertahankan suku bunga acuan pada level terendah sejak Oktober 2022, setelah serangkaian pelonggaran kebijakan sebesar 150 basis poin sejak September tahun lalu.
Fenomena bunga tabungan 0% atau sangat rendah banyak terlihat pada rekening dengan saldo kecil atau produk tabungan khusus. Sebagai contoh, Bank Mega menawarkan bunga 0,00% untuk saldo di bawah Rp 1 juta dan hanya 0,05% hingga 0,50% untuk saldo di atasnya. Serupa, Bank Mandiri menetapkan bunga 0% untuk Mandiri Tabungan Simpanan Pelajar dan Mandiri Tabungan Rumahku, serta 0,01% untuk tabungan reguler dengan saldo hingga Rp 500.000. Secara umum, rata-rata bunga tabungan bank konvensional berkisar antara 0,25% hingga 2% per tahun, yang juga masih terpotong biaya administrasi dan pajak. Rendahnya bunga tabungan ini diyakini tidak secara langsung mempengaruhi suku bunga kredit dalam jangka pendek, dan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa penetapan bunga rendah ini nampak terjadi pada bank-bank Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 4 dan bank dengan digitalisasi yang maju.
Di sisi lain, bunga deposito menunjukkan angka yang lebih kompetitif. Bank-bank besar seperti BRI per 17 November 2025 menawarkan bunga deposito sebesar 2,25% untuk tenor 1-3 bulan dan mencapai 2,50% untuk tenor 6-12 bulan, tidak berubah dari bulan sebelumnya. Meskipun tidak semua bank besar merinci angka pasti untuk November 2025, secara umum, suku bunga deposito cenderung lebih tinggi dibandingkan tabungan biasa karena adanya komitmen jangka waktu.
Yang menarik, bank digital menjadi pelopor dalam menawarkan bunga deposito yang jauh lebih tinggi. Allo Bank, misalnya, per 11 November 2025 menawarkan bunga deposito 5,5% untuk penempatan dana di atas Rp 1 juta dengan tenor 1 hingga 24 bulan, bahkan bisa mendapatkan bonus tambahan bunga hingga 1%. Blu by BCA Digital (bluDeposit) menawarkan bunga mulai dari 3,50% hingga 4,75% untuk tenor 1 dan 3 bulan. Paling kompetitif, Krom Bank Indonesia menghadirkan Deposito Krom Flex dengan bunga hingga 7,75% per tahun dan Krom Max hingga 8,25% per tahun, menonjolkan fleksibilitas dan keuntungan maksimal bagi nasabah.
Rendahnya bunga tabungan dan relatif tingginya bunga deposito dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kebijakan suku bunga acuan BI yang ditahan bertujuan untuk menstabilkan rupiah dan mengendalikan inflasi, yang pada gilirannya mempengaruhi suku bunga perbankan. Bank sentral juga berupaya agar bank-bank mempercepat penurunan suku bunga pinjaman seiring dengan pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh. Bank juga menyesuaikan suku bunga simpanan berdasarkan kebutuhan dana dan persaingan antar bank. Permintaan pinjaman yang tinggi dapat mendorong bank menaikkan bunga simpanan untuk menarik lebih banyak dana. Selain itu, perlambatan penurunan suku bunga deposito oleh perbankan juga dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar, yang mencapai 27% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank.
Ke depan, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan bias pelonggaran kebijakan, dengan potensi pemotongan suku bunga lebih lanjut jika Federal Reserve juga melakukan hal serupa pada Desember. Bagi masyarakat, kondisi bunga tabungan yang minim ini menyoroti pentingnya diversifikasi portofolio dan mempertimbangkan instrumen investasi lain, seperti deposito berjangka atau reksa dana, yang berpotensi memberikan imbal hasil lebih optimal. Deposito tetap dianggap sebagai instrumen investasi yang relatif aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.