PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) mematok target ambisius untuk produksi emasnya, dengan proyeksi mencapai puncaknya hingga 160.000 troy ounce pada tahun 2027 dan 2028. Target signifikan ini didorong oleh rencana dimulainya operasi tambang bawah tanah di Palu, Sulawesi Tengah, yang diharapkan beroperasi pada semester kedua tahun 2027. Manajemen BRMS menyampaikan target ini dalam Laporan Pelaksanaan Public Expose Tahunan yang diselenggarakan pada 5 November 2025.
Lonjakan produksi emas ini diprediksi berasal dari peningkatan kadar emas yang jauh lebih tinggi dari tambang bawah tanah di Poboya, Palu, yaitu sekitar 3,5 g/t hingga 4,9 g/t. Sebagai perbandingan, kadar emas dari penambangan terbuka saat ini berkisar antara 1 g/t hingga 1,6 g/t. Dengan beroperasinya tambang bawah tanah, BRMS memperkirakan produksi emas dapat melonjak di atas 160.000 ons pada tahun 2028, bahkan berpotensi meningkat lebih dari 230.000 ons pada tahun 2029.
Sebelum mencapai puncak tersebut, BRMS juga telah menetapkan target produksi bertahap. Pada tahun 2024, realisasi produksi emas tercatat sekitar 64.000 troy ounce. Untuk tahun 2025, perusahaan menargetkan produksi emas berada di kisaran 68.000 hingga 75.000 troy ounce. Selanjutnya, produksi ditargetkan sekitar 80.000 troy ounce pada tahun 2026 dan meningkat menjadi 90.000 troy ounce pada tahun 2027.
Untuk mewujudkan target ekspansi ini, BRMS berencana mengalokasikan pendanaan besar. Perusahaan sedang dalam proses mencari fasilitas pinjaman sindikasi sebesar USD 600 juta (sekitar Rp 10,03 triliun) dari bank asing dan lokal. Sekitar setengah dari dana tersebut akan dialokasikan untuk proyek tambang emas bawah tanah di Palu. Sisa dana akan digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan pembangunan pabrik di Gorontalo Minerals, serta pabrik di Linge Mineral Resources yang mengelola tambang emas dan perak. Selain itu, BRMS juga membuka opsi pendanaan lain, seperti penerbitan obligasi atau rights issue, terutama jika ada rencana akuisisi yang dapat berkontribusi pada laba, EBITDA, dan penjualan perusahaan.
Direktur Utama BRMS, Agoes Projosasmito, optimis dengan posisi keuangan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pinjaman. Pada kuartal III 2025, BRMS mencatat laba operasi sebesar USD 69,71 juta dan laba bersih naik 129 persen secara tahunan menjadi USD 37,61 juta. Secara operasional, EBITDA perusahaan mencapai USD 76 juta, meningkat 121,2 persen secara tahunan hingga akhir September 2025. Dengan beroperasinya tambang bawah tanah Palu, BRMS memproyeksikan EBITDA akan meningkat menjadi USD 150 juta hingga USD 200 juta, yang dinilai mampu menjaga pembayaran pinjaman tetap terkendali.
Kinerja keuangan BRMS menunjukkan peningkatan yang kuat. Pada semester I 2025, pendapatan naik 97% year on year (yoy) menjadi US$120,85 juta, laba usaha meroket 209% menjadi US$50,17 juta, dan laba bersih melonjak 136% menjadi US$22,27 juta. Peningkatan ini didorong oleh volume produksi emas yang naik 46% menjadi 38.993 ons troi, serta harga jual emas yang melonjak 38% ke US$3.045 per ons troi. Perusahaan yang terafiliasi dengan Salim Group dan Bakrie Group ini juga memiliki proyek pengembangan lain, termasuk di Gorontalo Minerals untuk emas dan tembaga yang diperkirakan beroperasi pada pertengahan 2026, serta potensi besar di Dairi Prima Mineral untuk seng dan timah hitam. Di pasar saham, BRMS (IDX:BRMS) mencapai harga tertinggi sepanjang masa sebesar IDR 1.190 pada 14 Oktober 2025, dan indikator teknikal saat ini menunjukkan posisi "Strong Buy".