
Pemerintah Jepang telah secara resmi menyetujui paket stimulus ekonomi senilai 21,3 triliun yen, atau setara dengan sekitar US$135,4 miliar dan sekitar Rp2.265 triliun, dalam sebuah langkah signifikan untuk mendongkrak perekonomian yang melambat. Kebijakan ini merupakan inisiatif besar pertama di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sanae Takaichi dan menjadi paket stimulus terbesar yang diluncurkan sejak pandemi COVID-19.
Keputusan ini diambil setelah data resmi menunjukkan produk domestik bruto (PDB) riil Jepang menyusut 0,4% pada kuartal ketiga tahun 2025 dibandingkan kuartal sebelumnya, yang setara dengan kontraksi tahunan sebesar 1,8%. Ini merupakan penurunan pertama dalam enam kuartal terakhir. Paket stimulus ini bertujuan untuk mengatasi inflasi yang persisten, meningkatkan konsumsi rumah tangga, memperkuat fondasi ekonomi, serta meningkatkan kapasitas pertahanan dan diplomasi Jepang.
Komponen utama dari paket tersebut mencakup pengeluaran akun umum sebesar 17,7 triliun yen, yang jauh melampaui 13,9 triliun yen yang digelontorkan tahun sebelumnya. Selain itu, terdapat pemotongan pajak senilai 2,7 triliun yen, yang akan mencakup keringanan pajak penghasilan dan penghapusan pajak bensin.
Beberapa langkah langsung yang akan menyasar masyarakat meliputi peningkatan dana hibah kepada pemerintah daerah, subsidi listrik dan gas sebesar 7.000 yen per keluarga selama tiga bulan mulai Januari 2026, serta bantuan tunai satu kali sebesar 20.000 yen per anak hingga usia 18 tahun. Pemerintah juga berencana membentuk dana khusus selama 10 tahun untuk meningkatkan industri galangan kapal dan meningkatkan anggaran pertahanan hingga 2% dari PDB pada tahun fiskal 2027. Investasi di sektor-sektor kunci seperti semikonduktor dan kecerdasan buatan juga menjadi bagian dari inisiatif ini.
Pendanaan paket stimulus ini akan bersumber dari penerimaan pajak yang lebih tinggi dari perkiraan dan penerbitan obligasi pemerintah tambahan. Meskipun penerbitan obligasi tambahan untuk paket ini diperkirakan lebih besar dari tahun lalu, Perdana Menteri Takaichi menyatakan bahwa total penerbitan obligasi pemerintah setelah anggaran tambahan, jika digabungkan dengan anggaran awal, akan lebih rendah dari total 42,1 triliun yen tahun lalu. Kabinet berencana untuk menyetujui anggaran tambahan untuk mendanai paket ini paling cepat 28 November, dengan target mendapatkan persetujuan parlemen pada akhir tahun.
Langkah fiskal ekspansif ini menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan mengenai posisi fiskal Jepang yang memburuk dan beban utang negara yang sudah sangat tinggi, yang diperkirakan mencapai tiga kali lipat ukuran ekonominya. Yen Jepang telah melemah ke posisi terendah 10 bulan terhadap dolar AS, mencapai sekitar 157 yen per dolar, dan imbal hasil obligasi pemerintah jangka panjang melonjak ke rekor tertinggi. Inflasi di Jepang juga tetap berada di atas target 2% Bank of Japan selama 43 bulan berturut-turut, mencapai 3% pada Oktober 2025. Meskipun demikian, pemerintah memperkirakan paket stimulus ini akan meningkatkan PDB nasional rata-rata sekitar 1,4 poin persentase per tahun selama tiga tahun ke depan.