Notification

×

Iklan

Iklan

Tagar Terpopuler

Bahlil Beberkan Kriteria Ormas Raih Peluang Kelola Tambang

2025-11-21 | 20:27 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-21T13:27:26Z
Ruang Iklan

Bahlil Beberkan Kriteria Ormas Raih Peluang Kelola Tambang

Pemerintah Indonesia, melalui inisiatif yang dipelopori oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, telah menetapkan serangkaian syarat bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang berminat mengelola usaha pertambangan. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 39 Tahun 2025, yang merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini memberikan prioritas kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang mineral dan batubara.

Langkah ini diambil dengan berbagai pertimbangan, termasuk aspirasi untuk memastikan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, mencegah konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir konglomerat, serta menghargai kontribusi historis ormas keagamaan dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa gagasan ini berasal dari Presiden Joko Widodo, yang melihat perlunya peran ormas keagamaan dalam pengelolaan sumber daya alam yang sebelumnya didominasi oleh perusahaan besar.

Untuk dapat mengelola tambang, ormas keagamaan wajib memenuhi beberapa persyaratan ketat. Pertama, pengelolaan harus dilakukan melalui badan usaha berbentuk perseroan terbatas persekutuan modal. Kedua, saham badan usaha tersebut harus dimiliki paling sedikit 67% oleh ormas keagamaan yang terdaftar dalam sistem informasi pemerintah. Selain itu, mereka harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan cakupan kegiatan usaha pertambangan mineral logam atau batubara sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) komoditas yang dimohonkan.

Persyaratan administrasi, teknis, dan pernyataan komitmen pengajuannya dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS). Secara teknis, ormas harus memiliki tenaga ahli bersertifikat kompetensi di bidang pertambangan dan/atau geologi, serta menyusun perencanaan kerja dan pembiayaan selama kegiatan eksplorasi. Penting ditekankan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang diberikan tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain, sebuah upaya untuk mencegah kerugian negara. WIUPK yang ditawarkan secara prioritas kepada ormas keagamaan berasal dari wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Terdapat larangan untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya. Bahlil juga menambahkan bahwa badan usaha pengelola tambang harus berasal dari lokasi yang sama dengan lahan tambang yang dikelola, dan luasannya akan terbatas serta disesuaikan dengan kemampuan.

Hingga saat ini, Nahdlatul Ulama (NU) telah menerima IUP, sementara Muhammadiyah telah menerima tawaran resmi dari pemerintah untuk pengelolaan IUPK batubara dan sedang dalam proses pembahasan. Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia telah bertemu dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membahas perkembangan izin ini. Organisasi keagamaan lain seperti Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu juga disebut-sebut berpotensi mendapatkan prioritas ini.

Meskipun bertujuan untuk pemerataan dan keadilan, kebijakan ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Beberapa kekhawatiran muncul terkait kurangnya pengalaman dan kompetensi ormas dalam pengelolaan tambang, yang berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan, risiko keselamatan pekerja, konflik internal, serta pengawasan dan regulasi yang lemah. Ada pula pandangan yang menyebutkan bahwa ketentuan ini dapat bertentangan dengan Pasal 75 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yang memprioritaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menanggapi kritik, Bahlil menegaskan bahwa pemberian IUP bukan merupakan balas budi politik, melainkan pengakuan atas jasa besar ormas dan upaya mewujudkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Beliau juga menyoroti bahwa kritik selalu muncul, baik saat izin diberikan kepada konglomerat maupun kepada ormas keagamaan.